Archive for 02/15/16
www.vrezky1997.blogspot.com
Balon itu akan berada di ketinggian 20 kilometer dari atas bumi sehingga bisa dimanfaatkan untuk menyediakan akses internet murah di kawasan terpencil atau wilayah yang terputus jalur komunikasinya akibat bencana. Sinyal internet ini dipancarkan melalui jaringan nirkabel.
Google nantinya akan menghabiskan 12 bulan ke depan untuk menguji balon helium, sebelum memperkenalkan 20.000 balon helium secara komersial. Seluruh penduduk Indonesia diharapkan bisa mendapatkan akses internet yang baik dan cepat melalui perangkat mobile mereka dengan bantuan balon helium.
sumber : www.portalmadura.com/vrezky1997.blogspot.com/16/02/google-siap-luncurkan-balon-udara-wifi-di-indonesia
Google tahun 2016 siap luncurkan balon udara wifi (Loon Ballon) yang
diisi helium ke angkasa di Indonesia. Untuk meningkatkan akses internet
di daerah pedesaan, yaitu dengan menggunakan 20.000 balon helium.
Saat ini hanya sekitar 29 persen penduduk Indonesia yang memiliki
akses ke internet, dan koneksi tersebut juga relatif lambat. Hal itu
yang mendorong tiga perusahaan telekomunikasi Indonesia, diantaranya
Telkomsel, Axiata dan Indosat bekerjasama dengan Google untuk melebarkan
akses internet di Negara Indonesia.Balon itu akan berada di ketinggian 20 kilometer dari atas bumi sehingga bisa dimanfaatkan untuk menyediakan akses internet murah di kawasan terpencil atau wilayah yang terputus jalur komunikasinya akibat bencana. Sinyal internet ini dipancarkan melalui jaringan nirkabel.
Google nantinya akan menghabiskan 12 bulan ke depan untuk menguji balon helium, sebelum memperkenalkan 20.000 balon helium secara komersial. Seluruh penduduk Indonesia diharapkan bisa mendapatkan akses internet yang baik dan cepat melalui perangkat mobile mereka dengan bantuan balon helium.
sumber : www.portalmadura.com/vrezky1997.blogspot.com/16/02/google-siap-luncurkan-balon-udara-wifi-di-indonesia
Google Siap Luncurkan Balon Udara Wifi di Indonesia
Kabupaten
Pamekasan lahir dari proses sejarah yang cukup panjang. Istilah
Pamekasan sendiri baru dikenal pada sepertiga abad ke-16, ketika
Ronggosukowati mulai memindahkan pusat pemerintahan dari Kraton Labangan
Daja ke Kraton Mandilaras. Memang belum cukup bukti tertulis yang
menyebutkan proses perpindahan pusat pemerintahan sehingga terjadi
perubahan nama wilayah ini. Begitu juga munculnya sejarah pemerintahan
di Pamekasan sangat jarang ditemukan bukti-bukti tertulis apalagi
prasasti yang menjelaskan tentang kapan dan bagaimana keberadaannya.Kemunculan
sejarah pemerintahan lokal Pamekasan, diperkirakan baru diketahui sejak
pertengahan abad ke-15 berdasarkan sumber sejarah tentang lahirnya
mitos atau legenda Aryo Menak Sunoyo yang mulai merintis pemerintahan
lokal di daerah Proppo atau Parupuk. Jauh sebelum munculnya legenda ini,
keberadaan Pamekasan tidak banyak dibicarakan. Diperkirakan, Pamekasan
merupakan bagian dari pemerintahan Madura di Sumenep yang telah berdiri
sejak pengangkatan Arya Wiraraja pada tanggal 13 Oktober 1268 oleh
Kertanegara.Jika pemerintahan lokal Pamekasan lahir pada abad 15, tidak
dapat disangkal bahwa kabupaten ini lahir pada jaman kegelapan Majapahit
yaitu pada saat daerah-daerah pesisir di wilayah kekuasaan Majapahit
mulai merintis berdirinya pemerintahan sendiri.Berkaitan dengan sejarah
kegelapan Majapahit tentu tidak bisa dipungkiri tentang kemiskinan data
sejarah karena di Majapahit sendiri telah sibuk dengan upaya
mempertahankan bekas wilayah pemerintahannya yang sangat besar, apalagi
saat itu sastrawan-sastrawan terkenal setingkat Mpu Prapanca dan Mpu
Tantular tidak banyak menghasilkan karya sastra. Sedangkan pada
kehidupan masyarakat Madura sendiri, nampaknya lebih berkembang sastra
lisan dibandingkan dengan sastra tulis Graaf (2001) menulis bahwa orang
Madura tidak mempunyai sejarah tertulis dalam bahasa sendiri mengenai
raja-raja pribumi pada zaman pra-islam.
Tulisan-tulisan yang kemudian mulai diperkenalkan sejarah pemerintahan Pamekasan ini pada awalnya lebih banyak ditulis oleh penulis Belanda sehingga banyak menggunakan Bahasa Belanda dan kemudian mulai diterjemahkan atau ditulis kembali oleh sejarawan Madura, seperti Zainal fatah ataupun Abdurrahman. Memang masih ada bukti-bukti tertulis lainnya yang berkembang di masyarakat, seperti tulisan pada daun lontar atau Layang Madura, namun demikian tulisan pada layang inipun lebih banyak menceritakan sejarah kehidupan para Nabi (Rasul) dan sahabatnya, termasuk juga ajaran-ajaran agama sebagai salah satu sumber pelajaran agama bagi masyarakat luas.
Masa pencerahan sejarah lokal Pamekasan mulai terungkap sekitar paruh kedua abad ke-16, ketika pengaruh Mataram mulai masuk di Madura, terlebih lagi ketika Ronggosukowati mulai mereformasi pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya. Bahkan, raja ini disebut-sebut sebagai raja Pertama di Pamekasan yang secara terang-terangan mulai mengembangkan Agama Islam di kraton dan rakyatnya.
Hal ini diperkuat dengan pembuatan jalan Se Jimat, yaitu jalan-jalan di Alun-alun kota Pamekasan dan mendirikan Masjid Jamik Pamekasan. Namun demikian, sampai saat ini masih belum bisa diketemukan adanya inskripsi ataupun prasasti pada beberapa situs peninggalannya untuk menentukan kepastian tanggal dan bulan pada saat pertama kali ia memerintah Pamekasan.
Bahkan zaman pemerintahan Ronggosukowati mulai dikenal sejak berkembangnya legenda kyai Joko Piturun, pusaka andalan Ronggosukowati yang diceritakan mampu membunuh Pangeran Lemah Duwur dari Aresbaya melalui peristiwa mimpi. Padahal temuan ini sangat penting karena dianggap memiliki nilai sejarah untuk menentukan Hari Jadi Kota Pamekasan.
Terungkapnya sejarah pemerintahan di Pamekasan semakin ada titik terang setelah berhasilnya invansi Mataram ke Madura dan merintis pemerintahan lokal dibawah pengawasan Mataram. Hal ini dikisahkan dalam beberapa karya tulis seperti Babad Mataram dan Sejarah Dalem serta telah adanya beberapa penelitian sejarah oleh Sarjana barat yang lebih banyak dikaitkan dengan perkembangan sosial dan agama, khususnya perkembangan Islam di Pulau Jawa dan Madura, seperti Graaf dan TH. Pigeaud tentang kerajaan Islam pertama di Jawa dan Benda tentang Matahari Terbit dan Bulan Sabit, termasuk juga beberapa karya penelitian lainnya yang menceritakan sejarah Madura.
Masa-masa berikutnya yaitu masa-masa yang lebih cerah sebab telah banyak tulisan berupa hasil penelitian yang didasarkan pada tulisan-tulisan sejarah Madura termasuk Pamekasan dari segi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan agama, mulai dari masuknya pengaruh Mataram khususnya dalam pemerintahan Madura Barat (Bangkalan dan Pamekasan), masa campur tangan pemerintahan Belanda yang sempat menimbulkan pro dan kontra bagi para Penguasa Madura, dan menimbulkan peperangan Pangeran Trunojoyo dan Ke’ Lesap, dan terakhir pada saat terjadinya pemerintahan kolonial Belanda di Madura.
Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda inilah, nampaknya Pamekasan untuk perkembangan politik nasional tidak menguntungkan, tetapi disisi lain, para penguasa Pamekasan seperti diibaratkan pada pepatah Buppa’, Babu’, Guru, Rato telah banyak dimanfaatkan oleh pemerintahan Kolonial untuk kerentanan politiknya. Hal ini terbukti dengan banyaknya penguasa Madura yang dimanfaatkan oleh Belanda untuk memadamkan beberapa pemberontakan di Nusantara yang dianggap merugikan pemerintahan kolonial dan penggunaan tenaga kerja Madura untuk kepentingan perkembangan ekonomi Kolonial pada beberapa perusahaan Barat yang ada didaerah Jawa, khususnya Jawa Timur bagian timur (Karisidenan Basuki).
Tenaga kerja Madura dimanfaatkan sebagai tenaga buruh pada beberapa perkebunan Belanda. Orang-orang Pamekasan sendiri pada akhirnya banyak hijrah dan menetap di daerah Bondowoso. Walaupun‚ sisi lain, seperti yang ditulis oleh peneliti Belanda masa Hindia Belanda telah menyebabkan terbukanya Madura dengan dunia luar yang menyebabkan orang-orang kecil mengetahui system komersialisasi dan industrialisasi yang sangat bermanfaat untuk gerakan-gerakan politik masa berikutnya dan muncul kesadaran kebangsaan, masa Hindia Belanda telah menorehkan sejarah tentang pedihnya luka akibat penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing.
Memberlakukan dan perlindungan terhadap system apanage telah membuat orang-orang kecil di pedesaan tidak bisa menikmati hak-haknya secara bebas. Begitu juga ketika politik etis diberlakukan, rakyat Madura telah diperkenalkan akan pentingnya pendidikan dan industri, tetapi disisi lain, keuntungan politik etis yang dinikmati oleh rakyat Madura termasuk Pamekasan harus ditebus dengan hancurnya ekologi Madura secara berkepanjangan, atau sedikitnya sampai masa pemulihan keadaan yang dipelopori oleh Residen R. Soenarto Hadiwidjojo. Bahwa pencabutan hak apanage yang diberikan kepada para bangsawan dan raja-raja Madura telah mengarah kepada kehancuran prestise pemegangnya yang selama beberapa abad disandangnya.
Perkembangan Pamekasan, walaupun tidak terlalu banyak bukti tertulis berupa manuskrip ataupun inskripsi nampaknya memiliki peran yang cukup penting pada pertumbuhan kesadaran kebangsaan yang mulai berkembang di negara kita pada zaman Kebangkitan dan Pergerakan Nasional.
Banyak tokoh-tokoh Pamekasan yang kemudian bergabung dengan partai-partai politik nasional yang mulai bangkit seperti Sarikat Islam dan Nahdatul Ulama diakui sebagai tokoh nasional. Kita mengenal Tabrani, sebagai pencetus Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang mulai dihembuskan pada saat terjadinya Kongres Pemuda pertama pada tahun 1926, namun terjadi perselisihan faham dengan tokoh nasional lainnya di kongres tersebut. Pada Kongres Pemuda kedua tahun 1928 antara Tabrani dengan tokoh lainnya seperti Mohammad Yamin sudah tidak lagi bersilang pendapat.
Pergaulan tokoh-tokoh Pamekasan pada tingkat nasional baik secara perorangan ataupun melalui partai-partai politik yang bermunculan pada saat itu, ditambah dengan kejadian-kejadian historis sekitar persiapan kemerdekaan yang kemudian disusul dengan tragedi-tragedi pada zaman pendudukan Jepang ternyata mampu mendorong semakin kuatnya kesadaran para tokoh Pamekasan akan pentingnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian bahwa sebagian besar rakyat Madura termasuk Pamekasan tidak bisa menerima terbentuknya negara Madura sebagai salah satu upaya Pemerintahan Kolonial Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Melihat dari sedikitnya, bahkan hampir tidak ada sama sekali prasasti maupun inskripsi sebagai sumber penulisan ini, maka data-data ataupun fakta yang digunakan untuk menganalisis peristiwa yang terjadi tetap diupayakan menggunakan data-data sekunder berupa buku-buku sejarah ataupun Layang Madura yang diperkirakan memiliki kaitan peristiwa dengan kejadian sejarah yang ada. Selain itu diupayakan menggunakan data primer dari beberapa informan kunci yaitu para sesepuh Pamekasan. (www. pamekasan.go.id)
Sumber: http://kabarmadura07.blogspot.com/
Tulisan diatas menyalin dari : Bicara Sejarah Kota Pamekasan http://www.lontarmadura.com/bicara-sejarah-kota-pamekasan-2/#ixzz40Ff1iQvI
Harap mencatumkan link sumber aktif
Tulisan-tulisan yang kemudian mulai diperkenalkan sejarah pemerintahan Pamekasan ini pada awalnya lebih banyak ditulis oleh penulis Belanda sehingga banyak menggunakan Bahasa Belanda dan kemudian mulai diterjemahkan atau ditulis kembali oleh sejarawan Madura, seperti Zainal fatah ataupun Abdurrahman. Memang masih ada bukti-bukti tertulis lainnya yang berkembang di masyarakat, seperti tulisan pada daun lontar atau Layang Madura, namun demikian tulisan pada layang inipun lebih banyak menceritakan sejarah kehidupan para Nabi (Rasul) dan sahabatnya, termasuk juga ajaran-ajaran agama sebagai salah satu sumber pelajaran agama bagi masyarakat luas.
Masa pencerahan sejarah lokal Pamekasan mulai terungkap sekitar paruh kedua abad ke-16, ketika pengaruh Mataram mulai masuk di Madura, terlebih lagi ketika Ronggosukowati mulai mereformasi pemerintahan dan pembangunan di wilayahnya. Bahkan, raja ini disebut-sebut sebagai raja Pertama di Pamekasan yang secara terang-terangan mulai mengembangkan Agama Islam di kraton dan rakyatnya.
Hal ini diperkuat dengan pembuatan jalan Se Jimat, yaitu jalan-jalan di Alun-alun kota Pamekasan dan mendirikan Masjid Jamik Pamekasan. Namun demikian, sampai saat ini masih belum bisa diketemukan adanya inskripsi ataupun prasasti pada beberapa situs peninggalannya untuk menentukan kepastian tanggal dan bulan pada saat pertama kali ia memerintah Pamekasan.
Bahkan zaman pemerintahan Ronggosukowati mulai dikenal sejak berkembangnya legenda kyai Joko Piturun, pusaka andalan Ronggosukowati yang diceritakan mampu membunuh Pangeran Lemah Duwur dari Aresbaya melalui peristiwa mimpi. Padahal temuan ini sangat penting karena dianggap memiliki nilai sejarah untuk menentukan Hari Jadi Kota Pamekasan.
Terungkapnya sejarah pemerintahan di Pamekasan semakin ada titik terang setelah berhasilnya invansi Mataram ke Madura dan merintis pemerintahan lokal dibawah pengawasan Mataram. Hal ini dikisahkan dalam beberapa karya tulis seperti Babad Mataram dan Sejarah Dalem serta telah adanya beberapa penelitian sejarah oleh Sarjana barat yang lebih banyak dikaitkan dengan perkembangan sosial dan agama, khususnya perkembangan Islam di Pulau Jawa dan Madura, seperti Graaf dan TH. Pigeaud tentang kerajaan Islam pertama di Jawa dan Benda tentang Matahari Terbit dan Bulan Sabit, termasuk juga beberapa karya penelitian lainnya yang menceritakan sejarah Madura.
Masa-masa berikutnya yaitu masa-masa yang lebih cerah sebab telah banyak tulisan berupa hasil penelitian yang didasarkan pada tulisan-tulisan sejarah Madura termasuk Pamekasan dari segi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial dan agama, mulai dari masuknya pengaruh Mataram khususnya dalam pemerintahan Madura Barat (Bangkalan dan Pamekasan), masa campur tangan pemerintahan Belanda yang sempat menimbulkan pro dan kontra bagi para Penguasa Madura, dan menimbulkan peperangan Pangeran Trunojoyo dan Ke’ Lesap, dan terakhir pada saat terjadinya pemerintahan kolonial Belanda di Madura.
Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda inilah, nampaknya Pamekasan untuk perkembangan politik nasional tidak menguntungkan, tetapi disisi lain, para penguasa Pamekasan seperti diibaratkan pada pepatah Buppa’, Babu’, Guru, Rato telah banyak dimanfaatkan oleh pemerintahan Kolonial untuk kerentanan politiknya. Hal ini terbukti dengan banyaknya penguasa Madura yang dimanfaatkan oleh Belanda untuk memadamkan beberapa pemberontakan di Nusantara yang dianggap merugikan pemerintahan kolonial dan penggunaan tenaga kerja Madura untuk kepentingan perkembangan ekonomi Kolonial pada beberapa perusahaan Barat yang ada didaerah Jawa, khususnya Jawa Timur bagian timur (Karisidenan Basuki).
Tenaga kerja Madura dimanfaatkan sebagai tenaga buruh pada beberapa perkebunan Belanda. Orang-orang Pamekasan sendiri pada akhirnya banyak hijrah dan menetap di daerah Bondowoso. Walaupun‚ sisi lain, seperti yang ditulis oleh peneliti Belanda masa Hindia Belanda telah menyebabkan terbukanya Madura dengan dunia luar yang menyebabkan orang-orang kecil mengetahui system komersialisasi dan industrialisasi yang sangat bermanfaat untuk gerakan-gerakan politik masa berikutnya dan muncul kesadaran kebangsaan, masa Hindia Belanda telah menorehkan sejarah tentang pedihnya luka akibat penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing.
Memberlakukan dan perlindungan terhadap system apanage telah membuat orang-orang kecil di pedesaan tidak bisa menikmati hak-haknya secara bebas. Begitu juga ketika politik etis diberlakukan, rakyat Madura telah diperkenalkan akan pentingnya pendidikan dan industri, tetapi disisi lain, keuntungan politik etis yang dinikmati oleh rakyat Madura termasuk Pamekasan harus ditebus dengan hancurnya ekologi Madura secara berkepanjangan, atau sedikitnya sampai masa pemulihan keadaan yang dipelopori oleh Residen R. Soenarto Hadiwidjojo. Bahwa pencabutan hak apanage yang diberikan kepada para bangsawan dan raja-raja Madura telah mengarah kepada kehancuran prestise pemegangnya yang selama beberapa abad disandangnya.
Perkembangan Pamekasan, walaupun tidak terlalu banyak bukti tertulis berupa manuskrip ataupun inskripsi nampaknya memiliki peran yang cukup penting pada pertumbuhan kesadaran kebangsaan yang mulai berkembang di negara kita pada zaman Kebangkitan dan Pergerakan Nasional.
Banyak tokoh-tokoh Pamekasan yang kemudian bergabung dengan partai-partai politik nasional yang mulai bangkit seperti Sarikat Islam dan Nahdatul Ulama diakui sebagai tokoh nasional. Kita mengenal Tabrani, sebagai pencetus Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang mulai dihembuskan pada saat terjadinya Kongres Pemuda pertama pada tahun 1926, namun terjadi perselisihan faham dengan tokoh nasional lainnya di kongres tersebut. Pada Kongres Pemuda kedua tahun 1928 antara Tabrani dengan tokoh lainnya seperti Mohammad Yamin sudah tidak lagi bersilang pendapat.
Pergaulan tokoh-tokoh Pamekasan pada tingkat nasional baik secara perorangan ataupun melalui partai-partai politik yang bermunculan pada saat itu, ditambah dengan kejadian-kejadian historis sekitar persiapan kemerdekaan yang kemudian disusul dengan tragedi-tragedi pada zaman pendudukan Jepang ternyata mampu mendorong semakin kuatnya kesadaran para tokoh Pamekasan akan pentingnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang kemudian bahwa sebagian besar rakyat Madura termasuk Pamekasan tidak bisa menerima terbentuknya negara Madura sebagai salah satu upaya Pemerintahan Kolonial Belanda untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Melihat dari sedikitnya, bahkan hampir tidak ada sama sekali prasasti maupun inskripsi sebagai sumber penulisan ini, maka data-data ataupun fakta yang digunakan untuk menganalisis peristiwa yang terjadi tetap diupayakan menggunakan data-data sekunder berupa buku-buku sejarah ataupun Layang Madura yang diperkirakan memiliki kaitan peristiwa dengan kejadian sejarah yang ada. Selain itu diupayakan menggunakan data primer dari beberapa informan kunci yaitu para sesepuh Pamekasan. (www. pamekasan.go.id)
Sumber: http://kabarmadura07.blogspot.com/
********************
Tulisan diatas menyalin dari : Bicara Sejarah Kota Pamekasan http://www.lontarmadura.com/bicara-sejarah-kota-pamekasan-2/#ixzz40Ff1iQvI
Harap mencatumkan link sumber aktif
mengingat sejarah > SEJARAH KOTA PAMEKASAN
perang merebut kemerdekaan
Gerakan pembersihan didalam daerah yang telah diduduki oleh Belanda berjalan tidak selancar seperti diperkirakan semula. Hambatan dan gangguan dan pihak pejuang-pejuang yang bertubi-tubi tidak memberi kesempatan pada tentara Belanda dan pemerintahan sipilnya yang disebut Recomba untuk dapat diam dan bersenang-senang. Dengan demikian Belanda terpaksa mengakui dan menyadari bahwa Jawa Timur belum dikuasai sepenuhnya.
Oleh
karena itu Belanda berkesimpulan bahwa harus ada aksi lanjutan untuk
dapat menguasai sisa daerah-daerah Karesidenan, agar dapat dikatakan,
bahwa seluruh daerah Jawa Timur sudah dapat diduduki. Hal semacam itu
berlaku dan terjadi pula bagi daerah-derah Jawa Tengah, Jawa Barat, dan
lain-lain seperti di Sumatera dan sebagainya. Menaklukkan dan menduduki
pulau Madura terlebih dahulu dengan kekuatan besar-besaran (tidak
seimbang dengan kecilnya pulau Madura), merupakan strategi dan taktik
Belanda dan mereka memperkirakan, bahwa dalam tujuh harin saja seluruh
Madura dapat mereka kuasai.
Perkiraan
tersebut berdasarkan pada kondisi Madura yang tidak atau kurang
memungkinkan perang gerilya, karena daerahnya hampir semuanya datar,
sehingga mudah didatangi oleh pihak Belanda. Dan segi ekonomis, alamnya
minus, basil buminya hanya cukup dimakan oleh penduduk selama empat
bulan.
Tentara Belanda yang
berkedudukan di Jawa Timur adalah Divisi I berada di Surabaya, yang
didampingi oleh Van der Plas, seorang Islamolog yang pandai berbahasa
Madura dan pernah menjabat Gubemur Jawa Timur dalam zaman penjajahan. Ia
berusaha mendekati/mengambil hati rakyat Madura umumnya, para Ulama,
Kyai dengan pesantrennya pada khususnya.
Dalam
kenyataannya, rakyat Madura yang bersatu kompak dengan Tentara Keamanan
Rakyat, Kelasykaran, Kepolisian, Mobbrig, dan ALRI menyuguhkan
perlawanan yang gilang-gemilang, sehingga waktu tujuh hari jauh
terlampaui dan barun setelah tiga bulan dengan susah payah akhirnya
Belanda mencapai hasil dapat mcnguasai/menaklukkan Madura seluruhnya.
Kondisi Pertahanan
Sebelum
terjadinya Aksi Militer Belanda I (Clash I) pulau Madura dipertahankan
oleh satu Resimen dengan enam Batalyon Tentara Nasional Indonesia
ditambah dengan Badan-badan Kelasyakaran Perjuangan, dan rakyat
jelatapun ikut serta di dalamnya termasuk para Kyai dan kaum wanita yang
lazim disebut Perjuangan Rakyat Semesta.
Pulau
Madura dibagi menjadi 4 Sektor, yaitu: Sektor I Madura Barat, meliputi
daerah Bangkalan yang dipimpin oleh Mayor Hanafi dan Mayor Azis. Sektor
II meliputi daerah Sampang/daerah Waru, yang dipimpin oleh Mayor R.
Cokrodirejo. Sektor III meliputi daerah Pamekasan, dipimpin oleh Mayor
Sulaiman, dan Sektor IV meliputi daerah Sumenep yang dipimpin oleh Mayor
M. Abdul Majid.
Kemudian sewaktu
Clash I dimulai, atas perintah Komandan Resimen 35/Komandan Sub
Territorial, pimpinan Sektor III dialihkan kepada mayor R.S.
Mangkudiningrat, berhubung dengan kesehatan Mayor Sulaiman tidak
mengizinkan.
Seluruh Madura dalam
hal itu berada di bawah pimpinan Tentara Keamanan Rakyat Tentara
Nasional Indonesia dengan Letnan Kolonel Chandra Hassan sebagai Komandan
Resimen 35, Sub Territorial Madura. Pertahanan Tentara Keamanan
Rakyat Tentara Nasional Indonesia di masa Republik Indonesia, bila
dibandingkan dengan pada waktu penjajahan Belanda dan Jepang memang jauh
berbeda baik dalam hal persenjataan maupun dalam hal
perlengkapan-perlengkapan lainnya. Setiap Batalyon hanya bersenjatakan
lebih kurang 30 senapan, 4 senapan mesin/mitraliur yang sudah tua dan
sering macect. Diantara Batalyon-batalyon tersebut ada yang mempunyai
mortir (tidak lengkap) dan watermantel.
Perlu
disebutkan pula bahwa masa-masa menjelang Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia, secara diam-diam Jepang membuang semua senjata dan
kelima Daidan/Batalyon PETA ke dalam laut selat Madura, setelah secara
halus 5 Daidan/Batalyon PETA tersebut dibubarkan.
Selain
itu masyarakat umum sudah maklum bahwa setelah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia perlengkapan keperluan ketentaraan harus direbut dan
tentara Jepang yang temyata mendapatkan perlawanan dan pihak Jepang.
Perlu diketahui bahwa dalam keadaan yang serba kurang dan kesibukan
penyusunan organisasi termasuk pencarian dan pengusahaan tambahan
kelengkapan senjata, tentara Republik Indonesia dihadapkan kepada
situasi yang sulit dalam menghadapi pihak Belanda yang mengekor tentara
Sekutu mendarat di belakangnya.
Sektor I, Madura Barat (Daerah Kabupaten Bangkalan)
Susunan dan kekuatan Resimen Asmoroyudo pada akhir tahun 1946, sebelum dilancarkan Clash I oleh Belanda, Resirnen V tersebut terdiri dan 4 Batalyon:
–
Batalyon Imbran, lokasi di Kamal – Batuporon – Batalyon Azis, lokasi
di Sukolilo – Kwanyar – Batalyon Warsito, lokasi di Sampang dan
sekitarnya – Batalyon Hanafi, lokasi di Bangkalan – Arosbaya –
Tanjungbumi.
Dalam rangka
reorganisasi Tentara Rakyat Indonesia keseluruhan berdasarkan perintah
Panglima Divisi Narotama, Resimen V tersebut harus dilebur dan
dilikwidasi untuk digabung dengan Reisimen VI, sehingga terbentuk
Resimen 35 dibawah pimpinan Letnan Kolonel Chandra Hassan yang bermarkas
di Pamekasan.
Kekuatan Resimen V
dibawah pimpinan Letnan Kolonel Asmoroyudo, mempunyai persenjataaan
keseluruhannya hanya sebesar I Batalyon ditambah battery porn-porn 20 mm
dan dua pucuk senapan mesin 12,7 mm.
Inti
kekuatan Resimen tersebut bertumpu pada Batalyon Hanafi yang mempunyai
persenjataan sebagai berikut: 4 Senapan mesin hotchkiss (air cooling), 4
Senapan rnesin colt (water cooling), 3 Mortir8lmm, 4 Senapan mesin
Hamburg (Belgie), 300 pucuk senapan Jepang ,25 pucuk pistol.
Batalyon-batalyon yang lain tidak riil, misalnya Batalyon Azis,
persenjataannya I berbanding 30, Batalyon Imbran lebih kurang lagi.
Sebelum Menghadapi Serangan Diadakan Her-Dislokasi
Pada
bukan Pebruari 1947, tentara Belanda mendarat d Kamal dan melakukan
penembakan terhadap Markas Tentara Nasional Indonesia di tempat itu.
Dalam
pertempuran dengan Belanda gugur pula Letnan Ahdulllah. Sejak gugurnya
Letnan Satu Ramli, Letnan Singosatro dan Letnan Abdullah maka pertahan
Kamal menjadi sangat lemah. Sejak saat itu Batalyon Imbran bubar dan
daerah Batuporron – Kanial – Tanjung Piring diambil alih pertahanannya
oleh Batalyon Hanafi (disebut batalyon I Resimen 35). Dengan bubarnya Batalyon Imbran, maka batalyon I Resimen 35 mengadakan Her-dislokasi
Kompi Fatah mempertahankan dacerah Batuporron-Kamal-Tanjung Piring-Binaju, Kompi Hamid berlokasi di Arosbaya-Klampis-Tanjungbumi,
Seksi
Penangkis serangan udara terdiri dua pucuk porn-porn dan dua pucuk
senapan mesin 12,7 mm ditempatkan di Pedeng dengan tugas menangkis
serangan udara musuh dan mengawasi jalan Kamal-Telang-Bangkalan.
Battery tersebut dipimpim oleh Letnan Dua Jamaluddin, bekas tentara artileri (Taihoo Heihoo di Surabaya).
sumber berita saya copas dari : www.lontarmadura.com
Tulisan diatas menyalin dari : Gerakan Aksi Militer Belanda I (Clash I) di Pulau Madura http://www.lontarmadura.com/aksi-militer-belanda-di-madura/#ixzz40FQvRz9S
Tulisan diatas menyalin dari : Gerakan Aksi Militer Belanda I (Clash I) di Pulau Madura http://www.lontarmadura.com/aksi-militer-belanda-di-madura/#ixzz40FQvRz9S
jangan lupa kunjungi website ini
www.portalmadura.com
www.smkn2pamekasan.sch.id
vrezky.com || Aksi Militer Belanda di Madura
http://portalmadura.com/wp-content/uploads/2016/02/MUFC.jpg
Pamekasan- Manajemen Madura United Football Club (MUFC) berencana akan mendatangkan satu pemain asing yang berposisi sebagai stopper guna mengokohkan pertahanan tim.
Manajer MUFC, Haruna Sumitro enggan memerinci curiculum vitae pemain yang telah menjadi incaran tersebut. Namun, yang bersangkutan berkebangsaan Brazil dan diklaim pernah bermain untuk liga Indonesia.
“Khusus untuk pemain asing yang akan segera bergabung, kami pertimbangkan akan langsung dikontrak,” ungkapnya, Senin (15/2/2016).
Mantan Pengda PSSI Jawa Timur itu menambahkan, kemungkinan besar pemain tersebut akan langsung menjadi bagian Laskar Sape Kerrab pada musim ini melihat rekam jejak dan jenjang karir di dunia sepak bola.
Sementara itu, pelatih kepala MUFC Gomes Olivera mengaku belum mengetahui akan rencana manajemen untuk mendatangkan pemain asing tersebut. Akan tetapi, rencana itu sangat baik demi mensolidkan tim sebelum kompetisi bergulir.
“Itu bagus, karena pemain asing di lini belakang akan sangat membantu. Dengan catatan adalah pemain terbaik. Kita lihat saja nanti saat sudah bergabung dengan tim. Yang pasti, kalau memungkinkan akan saya turunkan saat melawan Persiba,
sumber: www.portalmadura.com
situs berita terpercaya pulau madura.
Pamekasan- Manajemen Madura United Football Club (MUFC) berencana akan mendatangkan satu pemain asing yang berposisi sebagai stopper guna mengokohkan pertahanan tim.
Manajer MUFC, Haruna Sumitro enggan memerinci curiculum vitae pemain yang telah menjadi incaran tersebut. Namun, yang bersangkutan berkebangsaan Brazil dan diklaim pernah bermain untuk liga Indonesia.
“Khusus untuk pemain asing yang akan segera bergabung, kami pertimbangkan akan langsung dikontrak,” ungkapnya, Senin (15/2/2016).
Mantan Pengda PSSI Jawa Timur itu menambahkan, kemungkinan besar pemain tersebut akan langsung menjadi bagian Laskar Sape Kerrab pada musim ini melihat rekam jejak dan jenjang karir di dunia sepak bola.
Sementara itu, pelatih kepala MUFC Gomes Olivera mengaku belum mengetahui akan rencana manajemen untuk mendatangkan pemain asing tersebut. Akan tetapi, rencana itu sangat baik demi mensolidkan tim sebelum kompetisi bergulir.
“Itu bagus, karena pemain asing di lini belakang akan sangat membantu. Dengan catatan adalah pemain terbaik. Kita lihat saja nanti saat sudah bergabung dengan tim. Yang pasti, kalau memungkinkan akan saya turunkan saat melawan Persiba,
sumber: www.portalmadura.com
situs berita terpercaya pulau madura.